Aku barusan menjalani ‘sidang’ karena kena tilang beberapa waktu silam (baca di postingan sebelumnya). Dan di surat tilangnya tertera tanggal sekarang untuk mengambil SIMku yang tertahan.
Sesuai judul yang aku buat, aku tadi pagi berangkat dari rumah jam 8 menuju ke Pengadilan Negeri Bantul, dengan diantar temenku. Sampai disana dikasih tau petugas kalo disuruh masuk dulu melihat pengumuman, kalo sudah bisa ke Kejaksaan Bantul. Ternyata di Pengadilan Negeri Bantul cuman disuruh liat pengumuman berisikan nama + jumlah denda. Desak desakan gak bapak bapak, ibu ibu, ada anak kecil juga. Banyak yang berpikir tau gini gak usah ke Pengadilan.
Banyak yang mengeluh karena kenapa tidak langsung saja di Kejaksaan untuk melihat pengumuman. Karena untuk masuk ke Pengadilan Negeri Bantul juga harus memparkirkan motor yang dipakai dan ada ratusan orang dengan kasus yang sama. Toh nanti di Kejaksaan juga dikasih tau berapa nominalnya. Kalikan sendiri jika 1 motor 2.000. Bukan masalah 2.000nya, tapi ya itulah (If you’re an adult, you should know) taunya ada kong kalikong antara petugas sama tukang parkirnya.
Setelah tau berapa dendanya, aku JALAN dari Pengadilan Negeri Bantul ke Kejaksaan Negeri Bantul.
Sampai di Kejaksaan, nunggu sekitar 1 jam karen petugasnya yang belum datang, masih ngurus berkas (katanya).
Setelah petugasnya datang ada sedikit percekcokan antara petugas dengan orang yang mau ngambil dokumen dengan slip warna biru, karena katanya kalo pakai slip biru harus online (memang bener sih). Antre pun dimulai, nama dipanggil satu persatu sambil membayar denda sesuai yang dilihat di pengumuman tadi. Kebayangkan gimana antre ala Indonesia? semuanya ngrumpul di depan loket, entah disebut atau enggak namanya semua berusaha di depan loket. Aku sempet ngeliat ibu ibu yang mau ngambil dokumen desak desakan untuk menuju loket sambil membawa anaknya. Duhh,, gini amat. Karena tadi aku termasuk datang duluan maka namaku dipanggil gak lama.Karena aku gak bawa STNK, aku ngambil SIM yang ditahan dan membayar denda Rp. 50.000.
Yang aku perhatikan kenapa cuman untuk membayar Rp. 50.000 aja sulitnya kayak minta bantuan sembako ke PBB. Kesini kesitu, masih nunggu, panas – panas, lama.
Kasihan jika ada bapak bapak yang seharusnya waktunya dipakai buat nyari nafkah buat keluarga.
kasihan anak sekolah yang izin gak masuk sekolah karena ketilang pas mau berangkat sekolah, karena susah nyari transportasi naik motor sendiri gak punya SIM ditilang. udah umur 17 tahun mau bikin SIM gagal terus ujiannya. Padahal sehari-hari udah bisa naik motor.
Kasihan juga ibu-ibu yang harus rela mengambilkan SIM anaknya / suaminya, yang mungkin urusan rumah belum beres.
Kasihan mas mas dan mbak mbak mahasiswa/i yang tadi juga ada yang mau ngambil dokumen, izin gak masuk kuliah, nunggu lama, panas panasan, cuman untuk dapetin dokumen yang ditahan.
Tadi ada bapak – bapak cerita kalo ada orang mau bikin SIM 3 bulan gagal terus ujiannya, yang kalo dihitung udah ada 10 ujian. Berhubung kesel yang mau bikin itu tanya ke polisinya gimana caranya biar lolos. Si polisi bilang bahwa kalo pengen lolos ujian bikin SIM ya bayar lebih.
Aku jadi keinget video Bu Tri Rismaharini (semoga Allah menjaga beliau) yang memarahi orang karena membuat orang lain susah ngurus data di salah satu kantor. Harus mondar mandir dan tanpa kejelasan.
Jadi anak rantau tanpa alat transportasi juga jadi dilema sekarang. Mau kemana mana susah, mau gak mau juga inginnya punya motor sendiri (minimal). Dan sekarang diperparah dengan kata temen – temenku susah bikin SIM.
Semoga negeri kita yang kita cintai ini kedepannya mempunyai sistem yang bagus di segala bidang.
Mempunyai pemimpin yang amanah, yang tegas kepada bawahannya. Yang ‘inget dosa’ seperti Bu Tri Rismaharini. Tidak semata mata uang tambahan yang dicari.
Semoga, aamiin.
Pulang dari Bantul
Jum’at, 21 April 2017
di Ngoto, Sewon
Bantul, Yogyakarta
Semangaatttt! :3
LikeLike
wkwkwk iya Qow
LikeLike