Akhir-akhir ini saya merasa ada yang salah dengan diri saya saat bersosial media. Dulu saat saya masih sering bertemu dengan banyak teman – literally banyak ketemu temen, ngga kayak sekarang – saya bebas mengekspresikan suasana dan perasaan saya di sosial media.
Seiring berjalannya waktu, saya menjumpai orang-orang yang hebat yang bahkan bisa menginspirasi saya untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dan karena saya orang yang suka kepo jika menemukan sesuatu, maka setiap saya menemukan nama seseorang yang mengusik pikiran untuk dikepoin, saya segera cari semua data yang berhubungan dengannya. Mulai dari facebook, instagram, twitter, blognya, setiap link yang terdapat namanya di mesin pencarian, dan yang jelas saya ingin sekali membaca tulisannya. Semua itu saya lakukan hingga saya bisa menyimpulkan ohh orangnya begini. Karena mengenal karakter seseorang penting saat kita pengen kenal dengan orang lain bukan?
Tentu saya coba untuk memasukkan diri saya ke lingkarannya dengan menambahkan pertemanan disana. Siapa sih yang ngga pengen dikenali idola / orang yang menginspirasinya? Tapi justru ini poinnya. Rasa bangga saat kita dikenali orang yang kita idolakan, akan digantikan dengan rasa tidak nyaman saat ingin melakukan sesuatu.
Difollow atau berada di lingkaran banyak orang sering membuat saya minder. Mungkin gara-gara saya yang suka ngga enakan dan terlalu berpikir bahwa kalo aku gini ntar dia gitu nggak ya hingga saya sendiri yang susah untuk menaikkan standard karena terlalu memikirkan what will people say.
Pernah baca tulisan tentang work hard in silence let your success be your noise, dan saya juga sedang mencoba menerapkannya. Ngga tiap-tiap aktivitas perlu saya post di sosial media. Sekarang juga facebook isinya pencitraan semua, dan kita hanya bisa melihat apa yang hanya bisa kita lihat. Mending nyari temen yang enak diajak ngobrol di aplikasi chat aja.
‘Ulama dulu-dulu juga sangat membenci ketenaran, bahkan ada tulisan “Ketenaran atau popularitas akan menghambat seorang pemuda mendapat ilmu.“